Propublik.id, Jakarta-Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam paparan terkait kondisi APBN Oktober 2020 menjelaskan, realisasi penerimaan pajak hingga akhir Oktober 2020 mencapai Rp 991 triliun.
“Ini artinya penerimaan pajak kita 15,6 persen lebih rendah dibandingkan tahun lalu,” ungkap Sri Mulyani dalam paparan virtual “APBN Kita” Senin (23/11/2020).
Dia mengungkapkan, tekanan dari sisi penerimaan pajak terjadi lantaran Pemerintah harus memberikan banyak insentif ke semua sektor penerimaan pajak sehubungan dengan terjadinya pandemi Covid-19. Insentif diberikan baik untuk pajak karyawan, Pajak Penghasilan (PPh) maupun Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Jika ditinjau dari sisi penerimaan pajak neto Januari-Oktober 2020, realisasi tertinggi bersumber pada PBB & Pajak lainnya yang mencapai 78,09%. Sementara itu, penerimaan dari PPh Non Migas maupun PPh Migas masih tergolong rendah, masing-masing 51,65% dan 45,92%. Jika dibandingkan tahun lalu, kontraksi yang terjadi pada penerimaan PPh Migas sebesar 46,46%.
“PPh Migas kita mengalami kontraksi yang jauh lebih dalam karena harga migas turun, volume lifting migas juga turun,” papar Sri Mulyani.
Salah satu kontributor positif datang dari penerimaan bea cukai yang masih tumbuh 5,5%. Hal ini didukung terutama oleh cukai hasil tembakau yang masih mengalami pertumbuhan hingga 10 persen.
Realisasi sampai akhir Oktober Rp 991 triliun atau 70,6 persen dari target. Ini artinya penerimaan pajak kita 15,6 persen lebih rendah dibandingkan tahun lalu. Mengalami tekanan
karena adanya insentif pajak yang diberikan kepada seluruh sektor perekonomian, baik itu pajak untuk karyawan PPh maupun PPN
Meskipun hingga saat ini realisasi penerimaan pajak masih cukup rendah, Sri Mulyani menyatakan pihaknya akan mencoba merealisasikan target penerimaan pajak sesuai Perpres 72/2000.
Pertumbuhan neto, menurut dia, memang masih tertekan akibat tingginya restitusi. Restitusi PPN sudah dipercepat dan mengalami peningkatan sebesar 30,82% dan 32,77% pada bulan September dan Oktober.
Editor: Dwi Christianto